Antropologi
Antropologi
adalah salah satu cabang ilmu sosial yang
mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir
atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri
fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa. Antropologi
lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam
arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip
seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat
dan kehidupan sosialnya.
Pengertian
Antropologi
berasal dari kata Yunani άνθρωπος (baca: anthropos) yang berarti
"manusia" atau "orang", dan logos yang berarti ilmu.
Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk
sosial. Antropologi memiliki dua sisi holistik dimana meneliti manusia pada
tiap waktu dan tiap dimensi kemanusiannya. Arus utama inilah yang secara
tradisional memisahkan antropologi dari disiplin ilmu kemanusiaan lainnya yang menekankan
pada perbandingan/ perbedaan budaya antar manusia. Walaupun begitu sisi ini
banyak diperdebatkan dan menjadi kontroversi sehingga metode antropologi
sekarang seringkali dilakukan pada pemusatan penelitan pada penduduk yang
merupakan masyarakat tunggal.
Definisi
Antropologi menurut para ahli
- William A. Havilan: Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
- David Hunter:Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang umat manusia.
- Koentjaraningrat: Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
Dari
definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana antropologi, yaitu sebuah
ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan
(cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga
setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda.
Sejarah
Seperti
halnya sosiologi, antropologi sebagai sebuah ilmu juga mengalami
tahapan-tahapan dalam perkembangannya.
Koentjaraninggrat
menyusun perkembangan ilmu Antropologi menjadi empat fase sebagai berikut:
Fase
Pertama (Sebelum tahun 1800-an)
Manusia
dan kebudayaannya, sebagai bahan kajian Antropologi.
Sekitar
abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi
dunia. Mulai dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia. Dalam
penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak menjumpai
suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka
kemudian mereka catat di buku harian ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat
segala sesuatu yang berhubungan dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari
ciri-ciri fisik, kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku
tersebut. Bahan-bahan yang berisi tentang deskripsi suku asing tersebut
kemudian dikenal dengan bahan etnografi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa. Bahan
etnografi itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian, pada permulaan abad ke-19 perhatian bangsa Eropa
terhadap bahan-bahan etnografi suku luar Eropa dari sudut pandang ilmiah,
menjadi sangat besar. Karena itu, timbul usaha-usaha untuk mengintegrasikan
seluruh himpunan bahan etnografi.
Fase
Kedua (tahun 1800-an)
Pada
fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi
karangan-karangan berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu.
masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam jangka waktu
yang lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa sebagai bangsa-bangsa
primitif yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai bangsa yang tinggi
kebudayaannya Pada fase ini, Antopologi bertujuan akademis, mereka mempelajari
masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk memperoleh pemahaman
tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan manusia.
Fase
Ketiga (awal abad ke-20)
Pada
fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni di benua lain
seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka membangun
koloni-koloni tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa
asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa
serta hambatan-hambatan lain. Dalam menghadapinya, pemerintahan kolonial negara
Eropa berusaha mencari-cari kelemahan suku asli untuk kemudian menaklukannya.
Untuk itulah mereka mulai mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku
bangsa di luar Eropa, mempelajari kebudayaan dan kebiasaannya, untuk
kepentingan pemerintah kolonial.
Fase
Keempat (setelah tahun 1930-an)
Pada
fase ini, Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku
bangsa asli yang di jajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh
kebudayaan bangsa Eropa.
Pada
masa ini pula terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia II. Perang ini
membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa sebagian besar
negara-negara di dunia kepada kehancuran total. Kehancuran itu menghasilkan
kemiskinan, kesenjangan sosial, dan kesengsaraan yang tak berujung. Namun pada
saat itu juga, muncul semangat nasionalisme bangsa-bangsa yang dijajah Eropa
untuk keluar dari belenggu penjajahan. Sebagian dari bangsa-bangsa tersebut
berhasil mereka. Namun banyak masyarakatnya yang masih memendam dendam terhadap
bangsa Eropa yang telah menjajah mereka selama bertahun-tahun. Proses-proses
perubahan tersebut menyebabkan perhatian ilmu antropologi tidak lagi ditujukan
kepada penduduk pedesaan di luar Eropa, tetapi juga kepada suku bangsa di
daerah pedalaman Eropa seperti suku bangsa Soami, Flam dan Lapp.
No comments:
Post a Comment